Tokoh-Tokoh Filsafat di Indonesia
Filsafat Indonesia adalah filsafat yang diproduksi oleh semua
orang yang menetap di Indonesia, yang menggunakan bahasa-bahasa di Indonesia
sebagai mediumnya, dan yang isinya kurang lebih memiliki segi distingtif bila
dibandingkan dengan filsafat sejagat lainnya.
Filsafat Indonesia adalah fenomena yang mulai marak di era
1960-an.
1. M. Nasroen
Seorang pelopor kajian Filsafat Indonesia. Puncak kariernya ialah
ketika ia menjabat sebagai Guru Besar Filsafat di Universitas Indonesia.
Karyanya ialah Falsafah Indonesia, yang di Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia (PNRI) dikategorikan sebagai ‘buku langka’ dengan Nomor Panggil (Shelf
Number) 181.16 NAS f. Dalam karyanya itu, Nasroen menegaskan keberbedaan
Filsafat Indonesia dengan Filsafat Barat (Yunani-Kuno) dan Filsafat Timur, lalu
mencapai satu kesimpulan bahwa Filsafat Indonesia adalah suatu filsafat khas
yang ‘tidak Barat’ dan ‘tidak Timur’, yang amat jelas termanifestasi dalam
ajaran filosofis mupakat, pantun-pantun, Pancasila, hukum adat, ketuhanan,
gotong-royong, dan kekeluargaan.
Beberapa kutipan karya M. Nasroen :
—Sebagai hasil dari falsafah
itu dalam alam kenyataan, adalah kebudayaan. Dalam alam kenyataan terdapat
bermatjam-matjam kebudayaan dan tiap-tiap kebudayaan ini tentu mempunyai atau
berdasarkan falsafah sendiri-sendiri pula. (M.Nasroen, Falsafah Indonesia
1967)
—Pantja Sila ini adalah
pantjaran dari Pandangan Hidup Indonesia dan pasti mengandung unsur-unsur dari
Pandangan Hidup Indonesia itu didalamnja. (M. Nasroen, Falsafah Indonesia
1967)
—Saja jakin, bahwa sebelum
bangsa Indonesia memeluk agama, Tuhan telah mengilhami nenek mojang Indonesia
membatja, jaitu mengemukakan ketentuan-ketentuan jang terdapat pada alam itu.
Nenek mojang Indonesia dengan ketentuan-ketentuan itu mentjiptakan adat itu dan
adat itulah jang mengandung falsafah Indonesia asli didalamnja. (M. Nasroen, Falsafah
Indonesia 1967)
—Untuk mengetahui dan
menjelidiki falsafah asli Indonesia haruslah mengetahui dan menjelidiki adat
dan pantun Indonesia. (M. Nasroen, Falsafah Indonesia 1967)
2. Soenoto
Merupakan pengkaji Filsafat Indonesia generasi kedua di era
1980-an.
Pendidikan kefilsafatan diperoleh dari UGM Yogyakarta (Sarjana dan Magister Ilmu Sosial dan Politik), lalu Vrije Universiteit Amsterdam (Doktor Ilmu Sosial dan Politik). Jabatan yang pernah dipegang ialah Dosen Tetap UGM (sejak 1958), Dekan Fakultas Filsafat UGM (1967-1979), Peneliti Filsafat Pancasila di Dephankam, Ketua Survei Pengamalan Pancasila di UGM dan Depdagri RI. Karya-karyanya ialah: Selayang Pandang tentang Filsafat Indonesia, Pemikiran tentang Kefilsafatan, dan Menuju Filsafat Indonesia: Negara-Negara di Jawa sebelum Proklamasi Kemerdekaan. Dalam ketiga karyanya itu Sunoto menyempurnakan karya rintisan Nasroen dengan menelusuri tradisi kefilsafatan Jawa dan memberikan penjabaran yang amat detail tentang tradisi itu
Pendidikan kefilsafatan diperoleh dari UGM Yogyakarta (Sarjana dan Magister Ilmu Sosial dan Politik), lalu Vrije Universiteit Amsterdam (Doktor Ilmu Sosial dan Politik). Jabatan yang pernah dipegang ialah Dosen Tetap UGM (sejak 1958), Dekan Fakultas Filsafat UGM (1967-1979), Peneliti Filsafat Pancasila di Dephankam, Ketua Survei Pengamalan Pancasila di UGM dan Depdagri RI. Karya-karyanya ialah: Selayang Pandang tentang Filsafat Indonesia, Pemikiran tentang Kefilsafatan, dan Menuju Filsafat Indonesia: Negara-Negara di Jawa sebelum Proklamasi Kemerdekaan. Dalam ketiga karyanya itu Sunoto menyempurnakan karya rintisan Nasroen dengan menelusuri tradisi kefilsafatan Jawa dan memberikan penjabaran yang amat detail tentang tradisi itu
3. R. Parmono
Lahir pada tahun 1952, R. Parmono menempuh kefilsafatan di
Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (Sarjana Filsafat), 1976
di Program Pasca-Sarjana Jurusan Filsafat Indonesia di UGM pula. Sebagai Dosen
Filsafat di UGM, bahkan pernah menjadi Sekretaris Jurusan (Sekjur) pada Jurusan
Filsafat Indonesia yang dirintisnya bersama-sama dengan Soenoto. Selain
mengajar di UGM, beliau juga salah seorang anggota Peneliti Filsafat Pancasila
(1975-1979) di Dephankam. Karya-karyanya yang membahas Filsafat Indonesia
ialah: Menggali Unsur-Unsur Filsafat Indonesia ,Penelitian Pustaka:
Beberapa Cabang Filsafat di dalam Serat Wedhatama (1982/1983), dan Penelitian
Pustaka: Gambaran Manusia Seutuhnya di dalam Serat Wedhatama (1983/1984).
Dalam bukunya Menggali Unsur-Unsur Filsafat Indonesia, R. Parmono
menyempurnakan kekurangan kajian Sunoto yang mengkaji sebatas tradisi
kefilsafatan Jawa dengan melebarkan lingkup kajian pada tradisi filsafat Batak,
Minang, dan Bugis. Dalam buku itu pula Parmono mencoba mendefinisi-ulang
istilah ‘Filsafat Indonesia’, sebagai ‘…pemikiran-pemikiran…yang tersimpul
di dalam adat istiadat serta kebudayaan daerah…’ . Jadi, Filsafat Indonesia
berarti segala filsafat yang ditemukan dalam adat dan budaya etnik Indonesia.
Definisi ini juga dianut oleh pelopor yang lain, Jakob Sumardjo.
Kutipan-kutipan:
•Bagi bangsa Indonesia
pandangan hidup itu dapat dipelajari dari khazanah adat, istiadat,
kebiasaan-kebiasaan di dalam pelbagai kebudayaan daerah.
(R. Parmono, Menggali Unsur-Unsur Filsafat Indonesia 1985)
•Hasil real dari pemikiran
filsafat itu adalah kebudayaan. Oleh karena itu usaha untuk mempelajari
filsafat Indonesia dapat ditempuh melalui kebudayaan daerah.
(R. Parmono, Menggali Unsur-Unsur Filsafat Indonesia 1985)
4. Jakob Sumarjo
Nama aslinya Jakobus Soemardjo, dilahirkan di Klaten pada tahun
1939. Karier kefilsafatannya dimulai ketika ia menulis kolom di harian KOMPAS,
Pikiran Rakyat, Suara Karya, Suara Pembaruan dan majalah Prisma, Basis,
dan Horison sejak tahun 1969. Sejak tahun 1962 mengajar di Fakultas Seni
Rupa Desain di Institut Teknologi Bandung (ITB) Bandung dalam mata kuliah
Filsafat Seni, Antropologi Seni, Sejarah Teater, daan Sosiologi Seni.
Buku-bukunya yang khusus membahas Filsafat Indonesia ialah: Menjadi Manusia
(2001), Arkeologi Budaya Indonesia (Yogyakarta: Penerbit Qalam, 2002,
ISBN 979-9440-29-7), dan Mencari Sukma Indonesia: Pendataan Kesadaran
Keindonesiaan di tengah Letupan Disintegrasi Sosial Kebangsaan (Yogyakarta:
AK Group, 2003).
Dalam karyanya Arkeologi Budaya Indonesia, Jakob
membahas ‘Ringkasan Sejarah Kerohanian Indonesia’, yang secara kronologis
memaparkan sejarah Filsafat Indonesia dari ‘era primordial’, ‘era kuno’, hingga
‘era madya’. Dengan berbekal hermeneutika yang sangat dikuasainya, Jakob
menelusuri medan-medan makna dari budaya material (lukisan, alat musik,
pakaian, tarian, dan lain-lain) hingga budaya intelektual (cerita lisan,
pantun, legenda rakyat, teks-teks kuno, dan lain-lain) yang merupakan warisan
filosofis agung masyarakat Indonesia.
Dalam karyanya yang lain, Mencari Sukma Indonesia, Jakob
pun menyinggung ‘Filsafat Indonesia Modern’, yang secara radikal amat berbeda
ontologi, epistemologi, dan aksiologinya dari ‘Filsafat Indonesia Lama’.
Definisinya tentang Filsafat Indonesia sama dengan pendahulu-pendahulunya, yakni, ‘…pemikiran primordial…’ atau ‘…pola pikir dasar yang menstruktur seluruh bangunan karya budaya…’ dari suatu kelompok etnik di Indonesia. Maka, jika disebut ‘Filsafat Etnik Jawa’, artinya ‘…filsafat [yang] terbaca dalam cara masyarakat Jawa menyusun gamelannya, menyusun tari-tariannya, menyusun mitos-mitosnya, cara memilih pemimpin-pemimpinnya, dari bentuk rumah Jawanya, dari buku-buku sejarah dan sastra yang ditulisnya…’ (Mencari Sukma Indonesia, hal. 116).
Definisinya tentang Filsafat Indonesia sama dengan pendahulu-pendahulunya, yakni, ‘…pemikiran primordial…’ atau ‘…pola pikir dasar yang menstruktur seluruh bangunan karya budaya…’ dari suatu kelompok etnik di Indonesia. Maka, jika disebut ‘Filsafat Etnik Jawa’, artinya ‘…filsafat [yang] terbaca dalam cara masyarakat Jawa menyusun gamelannya, menyusun tari-tariannya, menyusun mitos-mitosnya, cara memilih pemimpin-pemimpinnya, dari bentuk rumah Jawanya, dari buku-buku sejarah dan sastra yang ditulisnya…’ (Mencari Sukma Indonesia, hal. 116).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar