Rabu, 09 Desember 2015

Filsafat pendidikan idealisme



Filsafat pendidikan idealisme

Idealisme adalah suatu sistem filsafat yang telah dikembangkan oleh para filsuf di barat maupun di timur, selama lebih dari dua ribu tahun yang lalu. Selama pertengahan kedua dari abad kesembilan belas, idealisme masih merupakan filsafat barat yang cukup dominan. Di timur, idealisme berasal dari india kuno, dan di barat idealisme berasal dari plato, yaitu filsuf yunani yang hidup pada tahun 427-347 sebelum masehi.

Sistem pikiran idealisme menekankan jiwa  (spirit) manusia sebagai unsur yang paling penting dalam hidup. Dalam pengertian filsafat, idealisme adalah sistem filsafat yang menekankan pentingnya keunggulan pikiran (mind), roh (soul) atau jiwa (spirit) daripada hal-hal yang bersifat kebendaan atau material. Meskipun para filsuf idealisme berbeda-beda pandangannya mengenai banyak hal khusus, tetapi pada umumnya mereka menyepakati pandangan-pandangan sebagai berikut:

1.      Bahwa jiwa (spirit) manusia adalah unsur yang paling penting dalam hidup
2.      Hakikat akhir alam semesta pada dasarnya adalah nonmaterial

Isi fikiran para filsuf idealisme pada kenyataannya bervariasi, namun demikian isinya hanya akan mengidentifikasi asumsi-asumsi umum para filsuf idealisme mengenai metafisika, epistemology, dan aksiologi, serta implikasinya terhadap pikiran mereka mengenai pendidikan.

Konsep filsafat umum idealisme

1.      Metafisika

Hakikat realitas : para filsuf idealisme mengklaim bahwa hakikat realitas bersifat spiritual atau ideal. Hal ini sebagaimana dikemukakan plato, bahwa dunia yang kita lihat, kita sentuh dan kita alami melalui indera bukanlah dunia yang sesungguhnya, melainkan sutu dunia bayangan (a copy world); dunia yang sesungguhnya adalah dunia idea-idea (the world of”ideas”). Karena itulah plato disebut sebagai seorang idealist (S.E. Frost Jr., 1957)

Bagi pengabut idealisme, realitas diturunkan dari suatu substansi fundamental, adapun substansi fundamental itu sifatnya nonmaterial, yaitu pikiran/spirit/roh. Benda-benda yang bersifat material yang tampak nyata, sesungguhnya diturunkan dari pikiran/jiwa/roh.
Hakikat manusia bersifat spiritual atau kejiwaan. Berkenaan dengan ini setiap manusia memiliki bakat kemampuannya masing-masing yang mengimplikasikan status atau kedudukan dan peranannya di dalam masyarakat / Negara.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat manusia bukanlah badannya, melainkan jiwa/spiritnya, manusia adalah makhluk berpikir, mampu memilih atau makhluk yang memiliki kebebasan, hidup dengan suatu aturan moral yang jelas dan bertujuan. Adapun tugas dan tujuan hidup manusia adalah hidup sesuai dengan bakatnya serta nilai dan norma moral yang diturunkan oleh yang absolut.

2.      Epistemology

Menurut filsuf idealisme, proses pengetahuan terjadi dalam pikiran, manusia memperoleh pengetahuan melalui berpikir. Disamping itu, manusia dapat pula memperoleh pengetahuan melalui intuisi. Bahkan beberapa filsuf idealisme percaya bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara mengingat kembali (semua pengetahuan adalah sesuatu yang diingat kembali).

Bagi penganut idealisme objective seperti plato, ide-ide merupakan esensi yang keberadaannya bebas dari pendirian. Sedangkan bagi penganut idealisme subjective seperti George barkeley, bahwa manusia hanya dapat mengetahui dengan apa yang ia persepsi. Karena itu, pengetahuan manusia hanyalah merupakan keadaan dari pikiran atau idenya. Adapun setiap rangsangan yang diterima oleh pikiran hakikatnya diturunkan atau bersumber dari tuhan, tuhan adalah spirit yang tak terbatas (Callahan and clark, 1983)

3.      Aksiologi
Para filsuf idealisme sepakat bahwa nilai-nilai bersifat abadi. Menurut penganut idealisme theistic nilai-nilai abadi berada pada tuhan. Baik dan jahat, indah dan jelek diketahui setingkat dengan ide baik dan ide indah konsisten dengan baik dan indah yang absolute dalam tuhan. Penganut idealisme pantheistic mengidentikan tuhan dengan alam. Nilai-nilai adalah absolut dan tidak berubah (abadi), sebab nilai-nilai merupakan bagian dari aturan-aturan yang sudah ditentukan alam (Callahan and clark, 1983). Sebab itu dapat disimpulkan bahwa manusia diperintah oleh nilai-nilai moral imperative dan abadi yang bersumber dari realitas yang absolut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar