Tokoh-tokoh Fenomenologi
1. Edmund
Husserl (1859-1938)
Menurut Husserl, memahami
fenomenologi sebagai suatu metode dan ajaran filsafat. Sebagai metode, Husserl
membentangkan langkah-langkah yang harus diambil agar sampai pada fenomeno yang
murni.Untuk melakukan itu, harus dimulai dengan subjek (manusia) serta kesadarannya
dan berusaha untuk kembali pada kesadaran murni. Sedangkan sebagai filsafat,
fenomenologi memberikan pengetahuan yang perlu dan essensial tentang apa yang
ada. Dengan kata lain, fenomenologi harus dikembalikan kembali objek tersebut.
Metode fenomenologi menurut
Husserl, menekankan satu hal penting yaitu, penundaan keputusan.Penundaan
keputusan harus ditunda (epoche) atau dikurung (bracketing) untuk
memahami fenomena.Pengetahuan yang kita miliki tentang fenomena itu harus kita
tinggalkan atau lepaskan dulu, agar fenomena itu dapat menampakkan dirinya
sendiri.
Untuk memahami filsafat Husserl ada
beberapa kata kunci yang perlu diketahui. Diantaranya:
•
Fenomena adalah realitas esensi atau
dalam fenomena terkandung pula nomena(sesuatu yang berada di balik
fenomena)
•
Pengamatan adalah aktivitas spiritual
atau rohani.
•
Kesadaran adalah sesuatu yang
intensional (terbuka da terarah pada subjek
•
Substansi adalah kongkret yang
menggambarkan isi dan stuktur kenyataan dan sekaligus bisa terjangkau.
2. Max
Scheller (1874-1928)
Scheller berpendapat bahwa metode
fenomenologi sama dengan cara tertentu untuk memandang realitas. Dalam hubungan
ini kita mengadakan hubungan langsung dengan realitas berdasarkan intuisi
(pengalaman fenomenologi).
Menurutnya ada 3 fakta yang
memegang peranan penting dalam pengalaman filsafat.Diantaranya :
1. Fakta natural, yaitu berdasarkan
pengalaman inderawi yang menyangkut benda-benda yang nampak dalam pengalaman
biasa.
2. Fakta ilmiah, yaitu yang mulai
melepas diri dari penerapan inderawi yang langsung dan semakin abstrak.
3. Fakta fenomenologis, merupakan
isi intuitif yang merupakan hakikat dari pengalaman langsung.
3. Martin
Heidegger (1889-1976)
Menurut Heidegger, manusia itu
terbuka bagi dunianya dan sesamanya. Kemampuan seseorang untuk bereksistensi
dengan hal-hal yang ada di luar dirinya karena memiliki kemampuan seperti
kepekaan, pengertian, pemahaman, perkataan atau pembicaraan. Bagi heidegger
untuk mencapai manusia utuh maka manusia harus merealisasikan segala potensinya
meski dalam kenyataannya seseorang itu tidak mampu merealisasikannya. Ia tetap
sekuat tenaga tidak pantang menyerah dan selalu bertanggungjawab atas potensi
yang belum teraktualisasikan.
Dalam persfektif yang lain mengenai
sesosok Heidegger menjadi salah satu filsafat yang fenomenal yaitu bahwa ia
mengemukakan tentang konsep suasana hati (mood).
Karena
suasana hati bisa menjadi tolak ukur untuk mengetahui hakikat diri dengan
banyaknya pertanyaan yang muncul seperti pencarian jati diri siapa kita
sesungguhnya, apa kemampuan kita, dan apa kekurangan atau kelebihan yang kita
miliki, bagaimanakah kehidupan kita yang selanjutnya dan pertanyaan-pertanyaan
lainnya.
4. Maurice
Merlean-ponty (1908-1961)
Walaupun Marlean-Ponty setuju
dengan Husserl bahwa kitalah yang dapat mengetahui dengan sesuatu dan kita
hanya dapat mengetahui benda-benda yang dapat dicapai oleh kesadaran
manusia,namun ia mengatakan lebih jauh lagi,yakni bahwa semua pengalaman
perseptual membawa syarat yang essensial tentang sesuatu alam di atas
kesadaran.
Oleh
karena itu deskripsi fenomenologi yang dilakukan Marlean-Ponty tidak hanya
berurusan dengan data rasa atau essensi saja, akan tetapi menurutnya,kita
melakukan perjumpaan perseptual dengan alam.Marlean-Porty menegaskan sangat
perlunya persepsi untuk mencapai yang real.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar