Jejak Kepahlawanan KH Syam’un
Pemerintah provinsi (Pemprov) Banten tidak berkecil
hati untuk mengajukan kembali pendiri Al-Khairiyah dan tokoh Banten, Brigjen KH
Syam’un menjadi Pahlawan Nasional tahun depan. Mengingat tahun ini pemerintah
pusat belum mengabulkan hasrat dan keinginan masyarakat Banten supaya Brigjen
KH Syam’un menjadi pahlawan nasional.
Langkah Pemprov Banten harus diapresiasi oleh
masyarakat karena telah berupaya keras dan memperjuangkan sungguh-sungguh
supaya tokoh Banten seperti Brigjen KH Syam’un bisa menjadi pahlawan nasional.
Meski tahun ini belum dikabulkan, mudah-mudahan sebagai langkah yang positif
sehingga tahun depan benar-benar dapat diperhatikan dan dikabulkan pemerintah pusat.
Pemprov Banten sebelumnya pernah mengusulkan nama
Sultan Ageng Tirtayasa dan Mr. Syarifudin Prawiranegara sebagai Pahlawan
Nasional kepada Pemerintah Pusat dan akhirnya disetujui dengan keluarnya Kepres
RI Nomor 045/TK/tahun 1970 tanggal 1 Agustus 1970 untuk Sultan Ageng Tirtayasa
dan Kepres RI Nomor 113/TK/tahun 2011 tanggal 7 November 2011 untuk Mr.
Syarifudin Prawiranegara keduanya sebagai Pahlawan Nasional asal Banten.
Jika telah selesai diusulkan nama Brigjen KH.
Syam'un, Pemprov Banten juga segera mengusulkan nama Syekh Nawawi Al-Bantani
untuk bisa mendapat gelar Pahlawan Nasional.
Tentu merupakan kebanggan jika tokoh-tokoh Banten
menjadi pahlawan nasional, juga sebagai bahan ceritera yang positif bagi
anak-anak, kaum muda dan publik umumnya di Banten, terutama tentang sosok
kepahlawanan dan pengabdian Brigjen KH Syam’un dalam dunia pendidikan
pesantren. Kisah hidup dan perjuangannya bisa menjadi energi bagi siapapun kita
publik Banten untuk menatap masa depan.
Apa yang menyebabkan Brigjen KH Syam’un sehingga
masyarakat Banten melalui Pemprov mengusulkannya menjadi pahlawan nasional?
Bagaimana sepak terjang dan peranan strategis dalam tokoh pergerakan nasional?
Apa bukti kuat dedikasi beliau untuk Indonesia dan masyarakat Banten khususnya?
Nama lengkapnya K.H. Syam’un bin H. Alwiyan, pendiri
Perguruan Islam Al-Khairiyah Citangkil, Desa Warnasari, Kecamatan Pulo Merak,
Kota Cilegon, Provinsi Banten. Perguruan tersebut didirikan dalam dua tahap,
bermula dengan sistem pesantren salafi (Tradisional) dan dikembangkan tahap
kedua dengan sistem Madrasah atau pesantren modern.
Beliau dilahirkan di Beji Bojonegara, Kabupaten
Serang, pada 5 April 1894, masih keturunan dari KH. Wasid, tokoh Geger Cilegon
(1888) di masa perjuangan melawan pemerintah Kolonial Belanda. Ia
diasuh oleh seorang ibu yang berkarakter kuat dan bermental pejuang, Hj.
Siti Hajar. Masa kanak-kanak hingga remajanya dihabiskan untuk memperdalam
dasar-dasar pelajaran Islam seperti membaca Al-qur’an, tata bahasa Arab
dan tata cara ibadah.
Sejak dini, tepatnya pada usia 4 tahun sudah dikirim orang tuanya menimba
ilmu agama di Pesantren Delingseng, Cilegon. Selama dua tahun (1898 -1900) Ki
Syam’un belajar di bawah asuhan KH. Sa’i. Pesantren Kamasan (1901-1904) di
bawah asuhan KH. Jasim menjadi kelanjutannya menuntut ilmu di tanah air.
Selepas itu, pada usia 11 tahun melanjutkan studi ke Mekkah selama lima
tahun (1905-1910) bermukim di Mekkah dihabiskannya berguru di Masjidil Haram.
Pendidikan akademisnya kemudian ditempa di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir,
dari 1910-1915.
Sepulang studi di timur tengah, mendirikan Pesantren Citangkil (1916), dan
sembilan tahun kemudian melakukan modernisasi pendidikan dan mentransformasikan
lembaga yang didirikannya menjadi Madrasah Al-khairiyah yang kurikulum dan
model pengajarannya ia duplikasi dari Al-Azhar dan disesuaikan dengan kebutuhan
lokal masyarakat Banten.
Ia juga mendirikan Koperasi Boemi Poetra, Organisasi Kebangkitan Pemuda
Islam, dan Sekolah ala Belanda (HIS Al-Khairiyah). Dari para alumni terbaik
madrasah modern yang didirikannya, ia juga melakukan pengkaderan dengan
mengirimkan mereka ke Universitas Al-Azhar dan menanamkan nilai-nilai
patriotisme, cinta tanah air, pengorbanan untuk membela kaum yang lemah serta
kepedulian terhadap nasib sesama bangsa.
Perkembangan Al-Khairiyah yang pesat di zamannya merupakan sebuah kemajuan
yang melesat cepat, sehingga tidak berlebihan jika Al-Khairiyah disebut sebagai
Al-Azharnya Asia Tenggara. Terlebih metode pengajaran dan kurikulum yang
diajarkan Ki Syam’un di Al-Khairiyah Citangkil sama persis dengan yang
dilakukan di Al-Azhar, Kairo, Mesir.
Jejak peninggalan berupa lembaga pendidikan dan pengajaran Al-khairiyah
yang memiliki 417 cabang lebih berlokasi di enam provinsi: Banten, Jakarta,
Lampung, Sumatera Selatan, Jambi dan Kalimantan Barat. Perguruan Al-khairiah
tidak hanya memberikan khidmat pengajaran kepada masyarakat jenjang pendidikan
MI, MTS, MA, tetapi juga SMP, SMEA, SMU, dan SLB.
Bahkan kini di Perguruan Al-khairiyah Pusat telah berdiri dengan gagah dan
megah tiga perguruan tinggi sesusai dengan rumpun ilmu yang disebarluaskannya:
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT), Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE),
Sekolah Ting¬gi Ilmu Komputer (STIKOM). Perkembangan Al-khairiyah dan ratusan
cabang-cabangnya tersebut tidak lepas dari dedikasi, loyalitas dan patriotisme
ratusan kader Alkhairiyah yang berhasil Brigjen
KH Syam’un didik dan kader untuk menjadi generasi penerusnya.
Disamping itu, Korem Maulana Yusuf adalah jejak lainnya dari KH. Syam’un,
yang sumbangsihnya dalam membangun Tentara Nasional di Banten, juga patut
mendapatkan apresiasi. Karena darma baktinya dan jasa-jasanya yang luar biasa
terhadap kemajuan dan kejayaan bangsa pada tahun 2000 Brigjen KH Syam’un mendapatkan anugerah Bintang Mahaputera Utama
dari Presiden RI.
Prestasi KH. Syam’un dalam pemerintahan terefleksi dalam fakta bahwa ia
pernah diberi amanah untuk menduduki pucuk pimpinan dalam pemerintahan sebagai
Bupati Kabupaten Serang). Prestasi dan kemampuannya di bidang militer
mengejawantah dalam diberinya KH. Syam’un amanah untuk menjadi Komandan BKR,
Panglima TKR, dan Komandan Brigade I/Tirtajasa.
Brigjen KH.Syam’un merupakan pejuang
yang memiliki semangat jiwa patriotisme, pantang menyerah dan tanpa pamrih, hal
itu bisa menjadi salah satu pelajaran sekaligus panutan generasi muda Banten
dan bangsa Indonesia. Melihat jejak, pengabdian, persistensi, dan perjuangan Brigjen KH Syam’un baik dalam bidang pendidikan
pesantren maupun kontribusi bagi kemerdekaan, yang warisannya masih eksis dan
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Banten khususnya, maka sepantasnyalah
pemerintah pusat tahun depan dapat mengabulkan cita-cita, rasa serta keinginan
masyarakat Banten supaya Brigjen KH Syam’un menjadi pahlawan nasional.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar